Mendirikan Hotel Tak Cukup Modal, Rantai Dokumen Perizinan Ini Wajib Dipenuhi Pengusaha


PROBOLINGGO,PPRNEWS - Di tengah geliat sektor pariwisata yang terus menunjukkan tren positif, bisnis penyediaan akomodasi seperti hotel, vila, atau penginapan menjadi salah satu pilihan investasi yang menjanjikan. Namun, di balik visi sebuah bangunan megah dengan pelayanan prima, terdapat fondasi legalitas yang kokoh dan tidak bisa ditawar. Mendirikan dan mengoperasikan sebuah usaha penginapan tidak cukup hanya dengan modal finansial dan konsep yang matang, melainkan harus melalui serangkaian proses perizinan yang terstruktur.

Perjalanan legalitas setiap pelaku usaha perhotelan di Indonesia kini dimulai dari satu gerbang utama, yaitu sistem Online Single Submission - Risk Based Approach (OSS-RBA). Langkah pertama yang mutlak dilakukan adalah pendaftaran untuk mendapatkan Nomor Induk Berusaha (NIB). Dokumen ini berfungsi sebagai identitas tunggal bagi pelaku usaha, menggantikan banyak izin dasar yang sebelumnya terpisah-pisah.

Setelah NIB berada di tangan, proses tidak serta-merta selesai. Legalitas fisik bangunan dan lahan menjadi prioritas berikutnya. Pelaku usaha wajib mengantongi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR), sebuah persetujuan yang memastikan bahwa lokasi yang dipilih untuk hotel telah sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) setempat. Dokumen ini menjadi jaminan bahwa hotel tidak berdiri di atas lahan yang peruntukannya salah.

Selanjutnya, setiap detail teknis bangunan harus mendapatkan legitimasi melalui Persetujuan Bangunan Gedung (PBG). PBG menggantikan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan berfungsi sebagai surat persetujuan bahwa desain, struktur, hingga utilitas bangunan telah memenuhi standar teknis dan keamanan yang berlaku. Setelah bangunan selesai didirikan atau direnovasi, pengusaha wajib mengurus Sertifikat Laik Fungsi (SLF), yang menyatakan bahwa bangunan tersebut benar-benar aman dan layak untuk dioperasikan sebagai tempat penginapan.

Inti dari perizinan usaha akomodasi terletak pada Sertifikat Standar yang diterbitkan melalui sistem OSS. Untuk KBLI (Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia) seperti Hotel Bintang (55110) atau Hotel Melati (55120), umumnya masuk dalam kategori risiko menengah tinggi. Artinya, Sertifikat Standar yang terbit harus melalui tahap verifikasi oleh dinas teknis terkait, dalam hal ini Dinas Pariwisata dan Kebudayaan setempat. Verifikasi ini bertujuan untuk memastikan pemenuhan standar produk, pelayanan, dan pengelolaan usaha sebelum hotel diizinkan beroperasi secara komersial.

Aspek lingkungan dan kesehatan juga menjadi bagian tak terpisahkan dari rantai perizinan. Sebuah hotel wajib memiliki dokumen lingkungan, umumnya berupa Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL). Dokumen ini merinci komitmen pengusaha dalam mengelola limbah, air, dan dampak lingkungan lainnya. Di samping itu, untuk menjamin kesehatan dan higienitas bagi para tamu, diperlukan juga Sertifikat Laik Sehat (SLS) yang dikeluarkan oleh instansi kesehatan.

Dengan demikian, sebuah usaha perhotelan yang legal dan beroperasi penuh adalah hasil dari jalinan berbagai dokumen: NIB, KKPR, PBG, SLF, Sertifikat Standar yang terverifikasi, serta pemenuhan kewajiban lingkungan dan kesehatan. Menempuh setiap tahapan ini bukan hanya sekadar formalitas, melainkan sebuah keharusan untuk menjamin kepastian hukum, keamanan tamu, dan keberlanjutan bisnis dalam jangka panjang.



Penulis : Mas Taufiq

Editor  : Mas Ali





Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama