Percepatan Izin Lingkungan: OSS-RBA Jadi Kunci, Perusahaan Wajib Pahami Beda AMDAL, UKL-UPL, dan SPPL

 


JAKARTA,PPRNEWS – Pemerintah terus mengakselerasi proses perizinan berusaha, termasuk di sektor lingkungan hidup. Sejak Undang-Undang Cipta Kerja diberlakukan, fokus perizinan lingkungan telah beralih dari yang bersifat Izin menjadi Persetujuan, yang diintegrasikan penuh melalui sistem Online Single Submission Risk Based Approach (OSS-RBA).

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menegaskan bahwa penyederhanaan ini bukan berarti penghapusan kewajiban perlindungan lingkungan, melainkan pergeseran penekanan pada kepatuhan berbasis risiko.

"Setiap perusahaan, besar maupun kecil, wajib memastikan kegiatan usahanya ramah lingkungan," ujar Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL), saat ditemui di Jakarta. "Penentuan dokumennya—apakah itu AMDAL, UKL-UPL, atau SPPL—sepenuhnya ditentukan oleh sistem OSS berdasarkan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) dan potensi dampak dari kegiatan tersebut."

Penentuan Dokumen: Berawal dari Risiko

Proses pengurusan kini dimulai saat perusahaan mengajukan perizinan di OSS dan mendapatkan Nomor Induk Berusaha (NIB). Sistem akan melakukan Penapisan (Screening) otomatis:

  • AMDAL (Analisis Dampak Lingkungan) diwajibkan bagi proyek berskala besar yang memiliki dampak penting dan signifikan terhadap lingkungan, seperti proyek pembangkit listrik, industri berat, atau kawasan industri. Prosesnya melibatkan penilaian komprehensif oleh Komisi Penilai AMDAL (KPA).
  • UKL-UPL (Upaya Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan) diperlukan untuk kegiatan yang dampaknya tergolong kecil dan tidak penting, dengan proses pemeriksaan yang lebih sederhana oleh Dinas Lingkungan Hidup daerah.
  • SPPL (Surat Pernyataan Kesanggupan) adalah dokumen paling sederhana dan cukup berupa pernyataan komitmen yang wajib dipenuhi oleh Usaha Mikro dan Kecil (UMK) yang tidak berisiko tinggi.

Tantangan dan Harapan

Meskipun sistem OSS telah memangkas birokrasi, pelaku usaha didorong untuk memahami bahwa Persetujuan Lingkungan bukanlah izin semata, melainkan komitmen berkelanjutan.

"Tantangannya sekarang adalah memastikan perusahaan benar-benar melaksanakan komitmen yang tertuang dalam dokumen lingkungan mereka," tambah seorang pengamat kebijakan publik. "Pemerintah daerah perlu memperkuat pengawasan pasca-terbitnya Persetujuan Lingkungan, karena tanpa kepatuhan, tujuan pembangunan berkelanjutan tidak akan tercapai."

Pemerintah berharap integrasi perizinan ini dapat menciptakan iklim investasi yang lebih pasti dan cepat, namun dengan jaminan bahwa aspek perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup tetap menjadi prioritas utama.


Penulis : Tim Redaksi




Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama